Senin, 02 Mei 2011

RAYAH

Rayah (Tradisi Lisan Dayak Simpakng)
Oleh: Bastian
Informan: Nyalek (72 tahun)
Rayah merupakan tradisi lisan berupa nyanyian suci yang pada umumnya ditampilkan pada waktu upacara adat tertentu.

Rayah dibagi menjadi beberapa bagian sebagai berikut.

1. Rayah Boretn

Boretn yang sering disebutkan dengan istilah baboretn merupakan suatu ritual berupa upacara dalam pengobatan yang d...ilakukan oleh seorang boretn (dukun/tabib). Dalam baboretn ini seorang boretn dibantu oleh seorang atau beberapa orang pabayu (asisten). Pabayu inilah yang kemudian menyanyikan Rayah Boretn. Kegiatan menyayikan rayah ini disebut berayah.

Berayah dalam baboretn memiliki tujuan untuk memanggil malaikat yang membantu seorang boretn dalam pengobatan yang disebut benyawai. Ketika rayah boretn dinyanyikan maka benyawai akan masuk ke dalam raga boretn dan kemudian membantu mengobati penyakit.

2. Rayah Damamakng Bulatn

Damamakng Bulatn merupakan tradisi lisan berupa lagu yang dinyanyikan sehubungan dengan upacara pernikahan. Rayah ini ditampilkan sebelum acara ngalu. Panjang Rayah Damamakng Bulan bervariasi, sebagian besar berdurasi 10 menit. Rayah ini akan ditampilkan jika sebuah pernikahan menikah tidak berhalangan menurut pureh (garis kekeluargaan).

3. Rayah Domokng Dabokng

Setelah Rayah Damamakng Bulatn dinyanyikan, maka kemudian akan diikuti oleh Rayah Domokng Dabokng dengan tujuan untuk membuka tuak yang diisi di dalam mangkok dan ditutup dengan tikar dan dilapisi dengan kain putih.

4. Rayah Damamakng Labatn

Rayah Damamakng Labatn adalah tradisi lisan berupa lagu yang dinyanyikan sehubungan dengan upacara perkawinan, manakala kedua pasanagan itu tidak boleh menikah menurut norma adat yang berlaku. Biasanya masih terjalin hubungan kekeluargaan (pureh). Rayah ini panjangnya ketika dinyanyikan sekitar 25 menit. Rayah ini dinyanyikan bersamaan dengan upacara pemotongan anjing di sungai dan pasangan yang menikah mandi di mana darah tersebut mengalir. Ini merupakan hukuman karena telah melanggar pureh tadi.

RAYAH

Rayah (Tradisi Lisan Dayak Simpakng)
Oleh: Bastian
Informan: Nyalek (72 tahun)
Rayah merupakan tradisi lisan berupa nyanyian suci yang pada umumnya ditampilkan pada waktu upacara adat tertentu.

Rayah dibagi menjadi beberapa bagian sebagai berikut.

1. Rayah Boretn

Boretn yang sering disebutkan dengan istilah baboretn merupakan suatu ritual berupa upacara dalam pengobatan yang d...ilakukan oleh seorang boretn (dukun/tabib). Dalam baboretn ini seorang boretn dibantu oleh seorang atau beberapa orang pabayu (asisten). Pabayu inilah yang kemudian menyanyikan Rayah Boretn. Kegiatan menyayikan rayah ini disebut berayah.

Berayah dalam baboretn memiliki tujuan untuk memanggil malaikat yang membantu seorang boretn dalam pengobatan yang disebut benyawai. Ketika rayah boretn dinyanyikan maka benyawai akan masuk ke dalam raga boretn dan kemudian membantu mengobati penyakit.

2. Rayah Damamakng Bulatn

Damamakng Bulatn merupakan tradisi lisan berupa lagu yang dinyanyikan sehubungan dengan upacara pernikahan. Rayah ini ditampilkan sebelum acara ngalu. Panjang Rayah Damamakng Bulan bervariasi, sebagian besar berdurasi 10 menit. Rayah ini akan ditampilkan jika sebuah pernikahan menikah tidak berhalangan menurut pureh (garis kekeluargaan).

3. Rayah Domokng Dabokng

Setelah Rayah Damamakng Bulatn dinyanyikan, maka kemudian akan diikuti oleh Rayah Domokng Dabokng dengan tujuan untuk membuka tuak yang diisi di dalam mangkok dan ditutup dengan tikar dan dilapisi dengan kain putih.

4. Rayah Damamakng Labatn

Rayah Damamakng Labatn adalah tradisi lisan berupa lagu yang dinyanyikan sehubungan dengan upacara perkawinan, manakala kedua pasanagan itu tidak boleh menikah menurut norma adat yang berlaku. Biasanya masih terjalin hubungan kekeluargaan (pureh). Rayah ini panjangnya ketika dinyanyikan sekitar 25 menit. Rayah ini dinyanyikan bersamaan dengan upacara pemotongan anjing di sungai dan pasangan yang menikah mandi di mana darah tersebut mengalir. Ini merupakan hukuman karena telah melanggar pureh tadi.

Minggu, 01 Mei 2011

Kisah Perjalanan Menuju Riam Merasap

Indahnya Riam Berasap


     
Anak sungai Riam Merasap
Malam itu, sekitar Pukul 22.00 WIB saya dengan beberapa teman menembus gelapnya malam untuk mengunjungi sebuah objek wisata yang terdapat di Kabupaten Bengkayang yaitu Riam Berasap. Perjalanan pertama-tama ditempuh menuju Kota Bengkayang. Dengan mengendarai mobil Xenia hitam, maka berangkatlah saya dengan beberapa orang menuju Bengkayang. Waktu menunjukkan Pukul 22.00 WIB, kami pun berangkat. Dalam perjalanan di malam itu, di luar cuaca dalam keadaan hujan deras dengan petir menyambar. Suasan sangat mencekam. Ini adalah sesuatu yang sangat menegangkan dan menurut saya merupakan hal yang sangat seru, sulit untuk dilupakan. Singkat cerita, setelah menempuh perjalanan sekitar lima jam, kami sampai di Bengkayang dan malam itu saya menginap di tempat teman.
     Besok harinya baru melanjutkan perjalanan menuju Riam Berasap. Di tengah perjalanan menuju riam tersebut, kami menyempatkan diri untuk singgah di tempat teman satu angkatan yang tewas saat bertabrakan dengan mobil beberapa waktu sebelumnya. Suasana-sungguh mengharukan. Ini pengalaman yang sulit dilupakan. Saya hanya terdiam ketika melihat anggota keluarga yang ditinggalkan, mereka sangat sedih. Untuk teman kami yang telah tiada tersebut, Ulfa Dewi (Alm) , semoga Tuhan besertamu.
    Begitulah seterusnya, saya beserta beberapa teman tersebut melanjutkan perjalanan menuju Riam Berasap. Perjalanan dari Bengkayang menuju tempat tersebut kira-kira menempuh waktu sekitar satu setengah jam. Pukul 08.00 WIB barulah saya sampai ke tempat tujuan. Ternyata di sana sudah penuh dengan orang-orang yang duluan dari kami. Mereka masih mengadakan misa di dekat riam tersebut. Yang sangat membuat hati saya kesal adalah kami harus menunggu hingga misa selesai baru bisa menikmati indahnya Riam Berasap. Dan itu bukan sebentar, memerlukan waktu 1-2 jam. Nasib-nasib pikir saya di dalam hati.
 
Pemandangan alam Riam Berasap
   Setelah menunggu sekitar dua jam, akhirnya saya dan rombongan pun masuk ke areal tempat masyarakat beribadat. Saya pun tidak menghiraukan itu, karena dalam pikiran saya adalah Riam Berasap. Sampai di sana, pertama-tama saya melihat sebuah bendungan yang lumayan luas. Kemudian tampak orang-orang mandi dan berenang di sekitar bendungan tersebut. Kali ini kembali saya harus kecewa, karena hujan pun turun dengan derasnya mengguyur tempat tersebut. Dan saya pun belum sempat melihat riam tersebut. Sungguh sangat menyedihkan. Kami pun kembali ke mobil.
   Setelah hujan reda, kami berkeinginan untuk pulang dan kembali ke Bengkayang kota. Mobil sudah siap dikeluarkan oleh sopir. Tiba-tiba mobil-mobil lainnya yang ada di depan kami tidak bergerak. Kebetulan waktu itu mobil kami lumayan parkir di ujung maka menuggu mobil di depan keluar dulu baru mobil tersebut bisa keluar. Hampir setengah jam, mobil di depan tidak juga berangkat. Rupanya ada sebuah mobil yaitu bus yang membawa rombongan melintang di jalan di depan dan tidak bisa melanjutkan perjalanan. Bus tersebut juga menghalangi jalan, karena tepat ditengah ruas jalanlah bus tersebut melintang. Maka kesempatan ini langsung saya manfaatkan dengan sebaik mungkin. Saya berlari menuju riam, masuk bayar Rp 5000,00. Saya pun langsung menuju sasaran. Sampai di sana, saya melihat banyak sekali orang-orang yang sudah tiba duluan ingin melihat riam tersebut. Saya tidak mau kalah saing.
   
Daerah Aliran Sungai Riam Merasap
Wah ... itu kata pertama yang saya ucapkan ketika melihat riam tersebut. Benar-benar menakjubkan. Riam dengan lebar kira-kira mencapai 35 meter, dengan ketinggian kira-kira lima kali panjangnya pohon kelapa dewasa, atau mencapai 45 meter. Arusnya sangat deras, banyak sekali orang-orang yang mandi di bawah arus tersebut. Saya melihat ke bawah, tidak terlalu tampak orang yang ada di bawah, karena diselimuti asap tebal. Padahal mungkin bukan asap tapi percikan air yang kecil-kecil dan tampak seperti asap. Oleh karena itu riam tersebut di sebut Riam Berasap. Saya terkagum-kagum dengan pemadangan tersebut, begitu indahnya suasan hutan dengan derasnya air terjun. Sungguh-sungguh luar biasa.
Puas melihat-lihat tempat tersebut, saya pun kembali ke mobil. Ternyata mobil sudah mau berangkat. Saya dan rombongan pun pulang menuju Bengkayang untuk selanjutnya kembali ke Pontianak. Pulangnya, kami menyempatkan diri untuk menjenguk kuburan teman kami yang telah meninggal tersebut. Saya dan beberapa teman lainnya berdoa, agar almarhum beristirahat dengan tenang.
   Begitulah selanjutnya, kami singgah di tempat teman di Bengkayang, istirahat sebentar lalu melanjutkan perjalanan menuju Pontianak. Sekitar pukul 23.00 WIB mobil sampai ke Pontianak, dan sekitar tiga puluh menit kemudian saya sampai di rumah. Demikianlah pengalaman saya menuju Riam Berasap di Kabupaten Bengkayang. Ini merupakan pengalaman yang takkan terlupakan dan selalu saya kenang.