Minggu, 15 Juli 2012

Nilai Budaya dan Bentuknya


NILAI BUDAYA 

2.4.1 Hakikat dari Hidup Manusia
            Pandangan budaya sebagai hakikat hidup manusia bahwa sebagian orang tidak mensyukuri hidup bahkan menganggap hidup adalah sesuatu yang buruk. Sementara itu pandangan budaya yang lain mengatakan orang yang mampu mensyukuri hidup dan menikmati hidup menganggap hidup sebagai sesuatu yang baik dan menyenangkan apabila manusia itu mengusahakannya (Koentjaraningrat, 1985: 28). Dari pengertian tersebut tampak bahwa hakikat hidup manusia adalah berbeda. Sesuai dengan pendapat Soelaeman (2007: 42) hakikat hidup untuk setiap kebudayaan berbeda secara ekstrem, ada yang berusaha untuk memadamkan hidup, ada pula yang dengan pola-pola kelakuan tertentu menganggap hidup sebagai suatu hal yang baik.
            Menurut Koentjaraningrat (1999: 388) dalam menghadapi hidup, orang harus menilai tinggi unsur-unsur yang menggembirakan dari hidup dan bahwa ada kesengsaraan, bencana, dosa dan keburukan dalam hidup memang harus disadari tetapi hal itu semunya adalah untuk diperbaiki. Lebih lanjut menurut Koentjaraningrat (1985: 28) ada kebudayaan yang memandang hidup manusia itu pada hakikatnya suatu hal yang buruk dan menyedihkan, dan karena itu harus dihindari. Adapun kebudayaan-kebudayaan yang lain memandang hidup manusia itu pada hakekatnya buruk, tetapi manusia dapat mengusahakan untuk menjadikan hidup suatu hal yang baik dan menggembirakan.
2.4.2 Hakikat dari Karya Manusia
Menurut Koentjaraningrat (1999: 388) sebagai dorongan dari karya manusia harus dinilai tinggi konsepsi bahwa orang mengintensifkan karyanya untuk menghasilkan lebih banyak karya lagi. Kepuasaan terletak dalam hal berkerja itu sendiri. Pandangan mengenai hakikat karya manusia juga dikemukakan oleh Soelaeman (2007: 42) bahwa setiap kebudayaan hakikatnya berbeda-beda, diantaranya ada yang beranggapan bahwa karya bertujuan untuk hidup, karya memberikan kedudukan atau kehormatan, karya merupakan gerak hidup untuk menambah karya lagi.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa manusia berkarya dengan tujuan tertentu. Ada yang bertujuan dengan berkarya maka akan menambah atau bahkan menghasilkan karya lagi, ada yang beranggapan berkarya itu untuk tujuan hidup, ada juga berkarya dengan tujuan untuk mecari kedudukan atau kehormatan.
2.4.3 Hakikat Kedudukan Manusia dari Ruang dan Waktu
            Menurut Koentjaraningrat (1999: 388) manusia dalam segala aktivitas hidup dapat sebanyak mungkin berorientasi ke masa depan. Hal senada juga dikemukakan oleh Soelaeman (2007: 42) bahwa hakikat waktu untuk setiap kebudayaan berbeda. Ada yang berpandangan mementingkan orientasi masa lampau, ada pula yang berpandangan untuk masa kini atau yang akan datang.
            Menurut Koentjaraningrat (1985: 28) mengenai masalah waktu ada kebudayaan-kebudayaan yang memandang penting dalam kehidupan manusia itu masa lampau. Dalam hal ini orang-orang akan lebih sering mengambil pedoman dalam kelakuannya contoh-contoh dan kejadian-kejadian dalam masa yang lampau. Lebih lanjut Koentjaraningrat (1985: 28) mengemukakan banyak pula kebudayaan yang hanya mempunyai suatu pandangan waktu yang sempit. Kebudayaan-kebudayaan yang lain lagi malah justru lebih mementingkan pandangan yang berorientasi sejauh mungkin terhadap masa yang akan datang.
            Berdasarkan beberapa teori di atas dapat disimpulkan bahwa mengenai waktu suatu kebudayaan itu terdapat perbedaan-perbedaan. Adapun perbedaan tersebut ada yang beranggapan lebih mementing masa lampau, ada kebudayaan yang memikirkan pandangan mengenai waktu yang sempit namun ada juga yang memandang waktu berorientasi jauh ke masa yang akan datang.
2.4.4 Hakikat Hubungan Manusia dengan Alam Sekitarnya
            Menurut Koentjaraningrat (1999: 388) dalam hal menanggapi alam, orang harus merasakan suatu keinginan untuk dapat menguasai alam dan kaidah-kaidahnya. Menurut Soelaeman (2007: 42) ada kebudayaan yang menganggap manusia harus mengeksploitasi alam atau memanfaatkan alam semaksimal mungkin ada pula kebudayaan yang beranggapan bahwa manusia harus harmonis dengan alam dan manusia harus menyerah kepada alam.
            Koentjaraningrat (1985: 29) mengemukakan ada kebudayaan-kebudayaan yang memandang alam itu suatu hal yang begitu dahsyat, sehingga manusia pada hakekatnya hanya bisa bersifat menyerah saja tanpa ada banyak yang dapat diusahakannya. Namun banyak pula kebudayaan lain yang memandang alam itu sebagai suatu hal yang bisa di lawan oleh manusia dan kewajiban manusia untuk selalu berusaha menaklukkan alam. Kebudayaan lain lagi menganggap bahwa manusia itu hanya bisa berusaha mencari keselarasan dengan alam (Koentjaraningrat, 1985: 29).
            Berdasarkan teori-teori tersebut dapat disimpulkan bahwa hakikat manusia dengan alam pada setiap kebudayan itu berbeda. Sejumlah kebudayaan menganggap alam harus dimanfaatkan semaksimal mungkin. Tetapi ada juga kebudayaan-kebudayaan yang beranggapan bahwa manusia harus tunduk kepada alam. Kebudayaan lainnya memandang alam bisa di lawan oleh manusia.
2.4.5 Hakikat Hubungan Manusia dengan Sesamanya
            Menurut Koentjaraningrat (1999: 388) dalam membuat keputusan-keputusan orang harus bisa berorientasi ke sesamanya, menilai tinggi kerja sama dengan orang lain, tanpa meremehkan kualitas individu dan tanpa menghindari tanggung jawab sendiri. Lebih lanjut Koentjaraningrat (1985: 29) mengemukakan ada kebudayaan-kebudayaan yang amat mementingkan hubungan vertikal antara manusia dengan sesamanya. Dalam pola kelakuannya, manusia yang hidup dalam suatu kebudayaan serupa itu akan berpedoman kepada tokoh-tokoh pemimpin, orang-orang senior atau orang-orang atasan.
Kebudayaan lain lebih mementingkan hubungan horizontal antara manusia dengan sesamanya. Orang dalam suatu kebudayaan serupa itu amat merasa tergantung kepada sesamanya dan usaha untuk memelihara hubungan baik dengan tetangga dan sesamanya merupakan suatu hal yang amat penting dalam hidup (Koentjaraningrat, 1985: 29).

ISTILAH ASING BAHASA DAYAK SIMPAKNG


Istilah-istilah Bahasa Dayak Simpakng dalam Cerita Sabunzu Sarokng Antu
No.
Istilah
Arti
1.

2.

3.

4.





 
5.
6.
7.
8.

9.


10.
11.




12.


13.

14.
15.

16.

17.
18.



19.


20.

21.


22.

23.

24.


25.
26.

27.



Raja Macan

Raja Beruang

Raja Buta

Golakng golo paluncor bajo, golakng golit lintah mangingap, palokam lidah antdu, pangorikng tanok tamo, palias batu bomatn, kopoh batu barani, korak pinyakng balabatn, batu api kuasa manyadi, botuh olakng kuasa tarobakng, batu tingang kuasa neh banayang.
Kalas Bajomor
Tarige
Isi dalam
Laut Manampurokng Gangarak Mananualakng
Sabunzu Sarokng Antu


Tajau Kaca
Bunga Idop Pamalek Mati




Jimat


Buakng Dapat

Mansigit Tiang Tunggal
Alu

Cucur

Cawat
Pansirap



Betang


Panyabab Lancang Kuning

Negeri Radetn Singkong Simpe Benyawe Galang Runot

Negeri Pancoi Manyiboi Urai Badunai

Panyampo

Sobat


Pulau Santatn Pulau Tamolatn
Mengayau

Tempayan Tajau
Macan yang sebenarnya hantu tetapi menyerupai macan. Sehingga memiliki kekuatan sakti.
hantu yang menyerupai beruang yang memiliki kekuatan sakti.
Roh penguasa lautan berupa raksasa yang sakti dan memiliki banyak jimat.
Nama jimat-jimat Salabatn yang di bawa ketika pergi mencari Raja Macan, Raja Beruang dan Raja Buta.




Nama tempat hidupnya Raja Macan.
Satu penambin besar.
Jeroan binatang.
Tempat hidupnya Raja Buta penguasa lautan.

Seorang anak bungsu yang lahir dengan kulit seperti kulit binatang, maka dinamakan Sabunzu Sarokng Antu.
Kaca yang mampu melihat seluruh isi jagad raya.
Bunga tersebut jika di tanam dapat memberikan isyarat berupa jika bunga itu layu Sabunzu sedang berperang, jika bunga mati maka ia pun mati. Tetapi jika bunga itu segar maka ia berada dalam keadaan sehat walafiat.
Benda yang memiliki kekuatan gaib yang bisa digunakan untuk menjaga diri ataupun berperang.

Nama panggilan Sabunzu ketika tinggal bersama keluarga Tangak Onong dan Tongkakng Tobu.
Dunia lain yang terdapat di langit.
Alat untuk menumbuk padi, daun singkong, biji kopi, biasanya terbuat dari kayu yang keras.
Makanan sederhana yang terbuat dari beras pulut yang di goreng seperti telur mata sapi.
Pakaian untuk laki-laki pada jaman dulu.
Bubuk yang terbuat dari berbagai tanaman yang berfungsi untuk melumpuhkan lawan, atau membuat orang tidak sadarkan diri, digunakan dengan cara ditaburkan disertai dengan mantra.
Rumah tempat tinggal Suku Dayak jaman dulu. Biasanya berbentuk tinggi dari tanah dan berupa memanjang dengan beberapa buah kamar.
Perahu Sabunzu yang sakti karena bisa berjalan di sungai tanpa ada yang mendayung.
Negeri Radetn Singkong yang telah membunuh dan membawa kepala keluarga Putri Dengor Mas.

Negeri tempat tinggalnya keluarga Putri Dengor Mas.
Alat untuk membawa barang yang di pakai di kepala. Alat ini terbuat dari kulit kayu.
Makhluk peliharaan orang-orang yang sakti, sobat ini memiliki kesaktian yang dapat membantu tuannya ketika dibutuhkan.
Negeri tempat ayah dan ibu Sabunzu tinggal.
Membunuh lawan dengan memancung kepalanya sampai putus.
Tempayan dengan ukuran yang sangat besar.

Senin, 02 Juli 2012

Nilai Budaya dalam Cerita Sabunzu Sarokng Antu

RANCANGAN PENELITIAN A. Judul Penelitian Nilai Budaya dalam Cerita Sabunzu Sarokng Antu Sastra Lisan Dayak Simpakng Kecamatan Simpang Dua Kabupaten Ketapang B. Latar Belakang Cerita rakyat merupakan bagian dari sastra daerah yaitu suatu kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan sastra daerah itu dapat dikatakan masih berkisar pada sastra lisan. Sastra lisan merupakan bagian dari karya sastra. Satu diantara bentuk sastra lisan adalah cerita rakyat. Cerita rakyat sering dikaitkan dengan folklor. Folklor adalah sebagian kebudayaan, suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (minemonic device) (Danandjaja, 1986: 2). Menurut Brunvand (dalam Danandjaja, 1986: 2) menegaskan folklore may be defined as those materials in culture that circulate traditionally among members of any group in different versions, whether in oral or by means of costumary. folklor merupakan kebudayaan yang hidup ditengah masyarakat yang pewarisannya melalui lisan atau disertai dengan gerak sebagai pembantu dalam mengingat budaya tersebut. Lebih lanjut Brunvand (dalam Hutomo, 1991: 7) mengemukakan beberapa kriteria mengenai folklor sebagai berikut. ... there are some characteristic of floklore: 1) It is oral, 2) It is traditional, 3) It exist in different versions, 4) It is usually anonymous, 5) It tonds to become formulazed Dari beberapa teori tersebut tampak bahwa cerita rakyat merupakan bagian dari folklor karena pertama, cerita rakyat diwariskan secara lisan, kedua, cerita rakyat merupakan sebuah tradisi, ketiga, cerita rakyat pada umumnya tidak diketahui nama pengarangnya (anonim). Cerita rakyat merupakan satu diantara sastra daerah yang diwariskan secara turun-temurun secara lisan atau dituturkan secara lisan. Oleh karena itu, maka cerita rakyat disebut sastra lisan. Demikian juga dengan cerita Sabunzu Sarokng Antu (kemudian disingkat SSA) merupakan bagian dari sastra lisan yang hidup dan berkembang ditengah-tengah masyarakat Dayak Simpakng Kecamatan Simpang Dua Kabupaten Ketapang. Sekitar tahun 1996 tim peneliti dari Institut Dayakologi pernah melakukan proses transkripsi terhadap cerita SSA. Hal ini merupakan satu diantara usaha dalam mempertahankan cerita SSA agar tetap dilestarikan. Meskipun sudah ditranskripsikan namun dalam kenyataannya cerita SSA belum pernah dilakukan kajian yang lebih mendalam. Dalam usaha mengkaji cerita SSA maka peneliti merasa perlu untuk melakukan proses transkripsi kembali cerita ini dengan tujuan mengetahui cerita yang sebenarnya dan juga untuk memperoleh data yang lebih akurat untuk mendukung analisis. Peneliti juga merasa perlu turun langsung ke lapangan agar gambaran yang utuh dan variasi cerita SSA menjadi lebih lengkap sehingga menunjang penelitian yang akan dilaksanakan. Cerita SSA merupakan cerita yang sangat populer pada masyarakat Dayak Simpakng. Ini dibuktikan dengan masih bertahannya cerita SSA hingga generasi sekarang. Cerita SSA selain populer tetapi juga merupakan satu diantara cerita rakyat Kalimantan Barat yang telah mendapat rekomendasi dari Kakanwil Depdikbud Provinsi Kalimantan Barat sebagai bahan pengajaran muatan lokal pada jenjang pendidikan SD, SLTP dan SLTA di Kalimantan Barat. Hal ini merupakan suatu kebanggaan tersendiri, mengingat begitu banyaknya cerita rakyat yang ada di Kalimantan Barat. Seiring dengan perkembangan zaman, perlahan tetapi pasti kebudayaan daerah mulai tergusur oleh perkembangan itu sendiri. Tak terelakkan, cerita rakyat yang merupakan tradisi lisan mulai tergusur oleh perkembangan tersebut. Djuweng (2003: ix) mengemukan betapa tidak, selama ini anak-anak Simpakng yang sudah berpendidikan ala kota (baca barat) tidak hanya cenderung melupakan tradisi lisan mereka, tetapi juga orang-orang yang berada pada barisan paling depan yang menggusur keberadaan sastra lisan. Dari pendapat ini terungkap sebuah fakta bahwa kaum muda yang berpendidikan merupakan bagian terdepan dalam menggusur sastra lisan. Hal ini sungguh ironis, seharusnya kaum muda dan berpendidikanlah yang merupakan barisan terdepan dalam melestarikan tradisi lisan yang ada pada masyarakat Dayak Simpakng. Sehubungan dengan hal-hal di atas peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian terhadap cerita SSA. Penelitian terhadap cerita rakyat, khususnya cerita SSA bukan semata-mata untuk menampilkan sikap kedaerahan, tetapi juga sebagai usaha untuk melestarikan unsur kebudayaan yang hingga saat sekarang nyaris punah. Adanya penelitian ini diharapkan mampu untuk menggugah para generasi muda agar berpartisipasi aktif dalam mempertahankan aset daerah yang sangat berharga ini. Adapun alasan peneliti memilih cerita SSA sebagai cerita yang diteliti dengan memerhatikan hal-hal sebagai berikut. 1. Cerita SSA merupakan cerita yang meskipun sudah mendapat rekomendasi dari Depdikbud Kalimantan Barat sebagai mata pelajaran muatan lokal di sekolah-sekolah namun kenyataan yang ada justru cerita ini dibiarkan terbengkalai sehingga diperlukan penelitian lanjutan agar eksistensi cerita SSA di Kalimantan Barat tetap terjaga. 2. Cerita SSA merupakan satu diantara cerita rakyat Dayak Simpakng yang banyak mencerminkan nilai-nilai yang mampu dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari. 3. Satu di antara langkah logis peneliti sebagai bagian dari masyarakat Dayak Simpakng dalam upaya menjaga kebudayaan yaitu dengan melakukan penelitian terhadap cerita SSA. Hal ini dimaksudkan agar kaum muda lainnya dan masyarakat Dayak Simpakng secara keseluruhan tergugah untuk mempertahankan kebudayaan lain yang terdapat pada masyarakat setempat. Cerita rakyat merupakan bentuk kebudayaan yang banyak mengandung nilai-nilai yang mampu menjadi pedoman, acuan dan pegangan dalam berkehidupan. Nilai merupakan ukuran baik-buruk, benar-salah, boleh-tidak boleh, indah-tidak indah suatu perilakuatau pernyataan yang berlaku dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat. Nilai dalam suatu masyarakat memiliki tingkat-tingkat tertentu yang disesuaikan dengan kebiasaan hidup masyarakat yang bersangkutan ( Fatimah, 2008: 120). Satu diantara nilai yang terdapat dalam cerita SSA adalah nilai budaya. Nilai budaya merupakan unsur penting agar manusia berperilaku dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat. Nilai budaya memegang peranan penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta bertanah air. Secara mendasar nilai budaya terbagi ke dalam dua persoalan pokok. Pertama, bahwa nilai budaya dapat dilihat dari segi religi. Dalam hal ini nilai budaya mencakup segala hal yang berhubungan dengan religius seseorang. Hakikatnya bahwa religi berhubungan dengan Sang Pencipta. Bahwa dalam religi tertanam dalam diri seseorang keyakinan akan adanya pencipta. Persoalan yang kedua, bahwa nilai budaya dapat dilihat dari segi sosial. Dalam hal ini pada hakikatnya adanya hubungan antar individu. Di dalam segi sosial terdapat ajaran-ajaran mengenai tata cara menjalin hubungan dengan sesama manusia. Nilai budaya yang tercermin dalam cerita SSA diharapkan mampu menjadi pedoman, acuan dan pegangan masyarakat Dayak Simpakng. Adanya penelitian mengenai nilai budaya tidak hanya dijadikan pedoman, acuan dan pegangan bagi masyarakat Dayak Simpakng saja tetapi juga untuk cakupan masyarakat yang lebih luas. Adapun alasan peneliti memilih nilai budaya sebagai kajian yang akan diteliti dengan pertimbangan sebagai berikut. 1. Nilai budaya merupakan unsur penting dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat. Dalam hal ini nilai budaya dijadikan sebagai pedoman dan acuan dalam bertindak, bertingkah laku, maupun bertutur kata. 2. Nilai budaya mampu membentuk kepribadian masyarakat yang bertindak dan bertingkah laku sesuai dengan norma-norma yang ada, sesuai dengan sopan-santun dan tata krama dalam masyarakat. 3. Adanya nilai budaya maka manusia bukan hanya menghormati Tuhan sebagai pencipta tetapi juga saling menghormati antar sesama manusia bahkan dengan alam yang juga merupakan ciptaan Tuhan. Cerita SSA merupakan bentuk kebudayaan yang tumbuh dan berkembang pada masyarakat Dayak Simpakng. Masyarakat Dayak Simpakng merupakan kumpulan masyarakat yang bermukim di dua kecamatan yakni Kecamatan Simpang Dua dan Kecamatan Simpang Hulu Kabupaten Ketapang. Cerita SSA merupakan cerita rakyat yang berasal dari Dayak Simpakng yang menetap di Kecamatan Simpang Dua. Secara geografis letak Kecamatan Simpang Dua sebagai berikut. 1. Sebelah barat Kecamatan Simpang Dua berbatasan dengan Kecamatan Simpang Hulu Kabupaten Ketapang. 2. Sebelah timur Kecamatan Simpang Dua berbatasan dengan Kecamatan Sungai Laur Kabupaten Ketapang. 3. Sebelah utara Kecamatan Simpang Dua berbatasan dengan Kecamatan Simpang Hulu Kabupaten Ketapang. 4. Sebelah selatan Kecamatan Simpang Dua berbatasan dengan Kecamatan Simpang Hilir Kabupaten Kayong Utara. Jika dihubungkan dengan pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMA, penelitian ini bermanfaat sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Kelas X (semester II) pada Standar Kompetensi (SK) 13. Memahami cerita rakyat yang dituturkan, pada Kompetensi Dasar (KD) 13.1. Menemukan hal-hal yang menarik tentang tokoh cerita rakyat yang disampaikan secara langsung dan atau melalui rekaman. Agar tidak terjadi hal-hal yang merugikan baik bagi peneliti terdahulu, peneliti sendiri maupun kepada pihak-pihak yang bersangkutan, telah dilakukan kajian kepustakaan guna menemukan penelitian terdahulu yang berhubungan dengan nilai pendidikan. Sejauh ini peneliti menemukan beberapa penelitian terdahulu yang relevan sebagai berikut. 1. Penelitian oleh Rubi Maharmarani, 2007 yang berjudul Nilai Budaya dalam Novel Kapak Karya Dewi Linggasari. Adapun kesimpulan dari penelitian ini sebagai berikut. a. Nilai religi yang terdapat dalam novel Kapak karya Dewi Linggasari meliputi roh nenek moyang yang sebagai sumber kekuatan, roh jahat penyebab timbulnya bencana, ukiran sebagai wujud penghormatan, upacara adat sebagai hari pembelaan para istri, upacara adat sebagai wujud tanggung jawab, upacara pembuatan patung Mbis untuk melestarikan tradisi dan ajaran mengenai konsep penciptaan. b. Nilai sosial yang terdapat dalam novel Kapak karya Dewi Linggasari meliputi kekerasan sebagai penyelesaian masalah dalam rumah tangga, sikap acuh terhadap penderitaan orang lain, sikap kerja keras para wanita Asmat, gotong royong dalam melakukan pekerjaan dan sikap kasih sayang terhadap anggota keluarga. c. Hasil penelitian ini dapat diimplementasikan di sekolah. Nilai-nilai budaya dalam novel Kapak karya Dewi Linggasari yang dapat dijadikan ajaran kepada siswa-siswa sebagai pengetahuan mengenai budaya masyarakat Asmat. Selain itu, nilai-nilai budaya tersebut bisa dimanfaatkan sebagai pedoman dalam berperilaku di lingkungan mereka. Adapun saran-saran dalam penelitian ini sebagai berikut. a. Novel Kapak mencerminkan nilai-nilai budaya yang dapat dijadikan pedoman dan diambil hikmahnya. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat menggunakan novel ini sebagai bahan ajar di sekolah karena novel ini mengandung ajaran tentang seharusnya berperilaku dalam masyarakat. b. Bagi pembaca khususnya masyarakat umum hendaknya dapat mengambil hikmah dari cerita tersebut, karena novel Kapak merupakan gambaran masyarakat Indonesia secara umum. Hikmah tersebut: ajaran-ajaran untuk selalu menghormati orang lain, ajaran untuk selalu melindungi kaum wanita, ajaran untuk selalu peduli dengan penderitaan orang lain. c. Bagi mahasiswa lain penelitian ini dapat dilanjutkan dengan menyoroti hal yang belum dibahas seperti struktur karya sastra dalam novel Kapak. 2. Penelitian oleh Fitri, 2011 yang berjudul Nilai-nilai Budaya dalam Novel Ketika Cinta Bertasbih Karya Habiburahman El Shirazy. Adapun kesimpulannya sebagai berikut. a. Nilai budaya yang terlihat pada hakikat hidup manusia dalam KCB adanya sikap kerja keras, sabar, waspada, berprinsip, dan bertanggung jawab dalam menjalani kehidupan yang dijalankan dan dalam menentukan pilihan di dalam kehidupan. b. Nilai budaya yang terlihat pada hubungan manusia dengan manusia dalam novel KCB adanya sikap tolong-menolong, cinta kasih, rendah hati, bertanggung jawab dan saling menghormati yang dilakukan dengan sesama manusia dalam menjalankan kehidupan. c. Nilai-nilai budaya dalam novel KCB dapat dimanfaatkan sebagai materi ajar dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Khususnya pada tingkat SMA kelas XI semester 1 sesuai dengan standar isi. Hal ini disebabkan nilai-nilai budaya dalam novel dapat dimanfaatkan sebagai pedoman dalam bertingkah laku di lingkungan masyarakat. Pembelajaran yang dilakukan guru dalam menyampaikan materi tentang memahami unsur ekstrinsik harus berpedoman pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang sesuai dengan kondisi dan situasi pembelajaran di sekolah dan di lingkungan sekitarnya. Adapun saran-saran yang dikemukakan oleh peneliti sebagai berikut. a. Nilai-nilai budaya dalam novel KCB dapat dijadikan panutan dalam mempertahankan budaya masyarakat Indonesia. b. Pembelajaran sastra hendaknya lebih diperhatikan dalam proses pembelajaran di sekolah. Hal ini disampaikan karena berdasarkan data bahwa pembelajaran di sekolah lebih mementingkan pembelajaran kebahasaan daripada sastra. Ini membuat siswa kurang memahami dan menyelami secara mendalam. c. Guru pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia pada SMA dapat menggunakan novel KCB dalam pembelajaran bahasa Indonesia pada materi sastra, khususnya mengenai unsur ekstrinsik. d. Peneliti berharap ada peneliti yang lain yang juga meneliti novel ini dari segi yang berbeda seperti nilai sosial, agama, gaya bahasa, untuk memperkaya pengetahuan pembaca. 3. Penelitian oleh Fitri Junia, 2011 yang berjudul Nilai-nilai Budaya dalam Kumpulan Cerpen Indonesia Terbaik 2009 (20 Cerpen Anugrah Sastra Pena Kencana). Adapun kesimpulan dari peneliti sebagai berikut. a. Nilai-nilai budaya berupa manusia yang menjalin hubungan baik dengan sesama, adanya konflik dengan orang lain, dam konflik dalam diri sendiri dilihat dari hubungan manusia dengan manusia yang tampak melalui ucapan tokoh, perilaku tokoh, dan latar peristiwa ditemukan dalam kumpulan cerpen Indonesia terbaik. Nilai-nilai budaya tersebut tidak semuanya ditemukan dalam kumpulan cerpen yang diteliti tetapi pada cerpen-cerpen tertentu. b. Nilai-nilai budaya berupa meyakini keberadaan Tuhan dan taat melaksanakan ajaran-Nya, meyakini keberadaan Tuhan tetapi ingkar terhadap ajaran-Nya dan meyakini kekuatan supranatural seperti mengenai hal-hal gaib dan roh-roh halus dilihat dari hubungan manusia dengan Tuhan yang tampak melalui ucapan tokoh, perilaku tokoh, dan latar peristiwa ditemukan dalam kumpulan cerpen Indonesia terbaik. Nilai-nilai budaya tersebut tidak semuanya ditemukan dalam kumpulan cerpen yang diteliti tetapi pada cerpen-cerpen tertentu. c. Nilai-nilai budaya berupa tunduk pada alam, menjaga keselarasan alam, dan berhasrat menguasai alamyang dilihat dari hubungan manusia dengan alam yang tampak melalui ucapan tokoh, perilaku tokoh, dan latar peristiwa ditemukan dalam kumpulan cerpen Indonesia terbaik. Nilai-nilai budaya tersebut tidak semuanya ditemukan dalam kumpulan cerpen yang diteliti tetapi pada cerpen-cerpen tertentu. d. Nilai-nilai budaya berupa berkarya untuk hidup, berkarya untuk kedudukan dan berkarya untuk menambah karya yang dilihat dari hakikat karya manusia yang tampak melalui ucapan tokoh, perilaku tokoh, dan latar peristiwa ditemukan dalam kumpulan cerpen Indonesia terbaik. Nilai-nilai budaya tersebut tidak semuanya ditemukan dalam kumpulan cerpen yang diteliti tetapi pada cerpen-cerpen tertentu. e. Hasil penelitian ini dapat diterapkan dalam pembelajaran sastra di sekolah sesuai dengan tuntutan KTSP bahasa Indonesia di SMA keals X semester 1 yaitu standar kompetensi berbicara membahas cerpen melalui kegiatan diskusi pada kompetensi dasar menemukan nilai-nilai cerpen melalui kegiatan diskusi. Saran-saran yang dikemukakan peneliti sebagai berikut. a. Bagi pembaca diharapkan untuk dapat memetik nilai-nilai yang telah ditemukan untuk dijadikan pelajaran dalam kehidupan sehari-hari. b. Bagi Universitas Tanjungpura diharapkan dapat menambah perbendaharaan tulisan yang berkatian dengan nilai-nilai budaya dalam karya sastra. c. Bagi guru disarankan untuk menggunakan buku Kumpulan Cerpen 20 Cerpen Indonesia Terbaik dalam mengajarkan nilai-nilai bduaya dalam cerpen. d. Bagi peneliti lain disarankan untuk (1) meneliti Kumpulan Cerpen Indonesia Terbaik 2009 (20 Cerpen Anugrah Sastra Pena Kencana) ditinjau dari unsur ekstrinsik selain nilai budaya, dan (2) melanjutkan penelitian ini dengan permasalahan yang sama dengan meneliti sepuluh cerpen yang belum diteliti. Berdasarkan penelitian-penelitian di atas tampak perbedaan dengan penelitian ini yaitu pada cerita yang akan diteliti dan juga lokasi penelitian. Penelitian ini meneliti sastra lisan yaitu cerita Sabunzu Sarokng Antu dengan lokasi penelitian di Desa Semandang Kanan Kecamatan Simpang Dua Kabupaten Ketapang. C. Masalah Penelitian Secara umum masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah nilai budaya dalam Cerita Sabunzu Sarokng Antu sastra lisan Dayak Simpakng Kecamatan Simpang Dua Kabupaten Ketapang? Selanjutnya untuk mempermudah penelitian ini maka masalah dibatasi sebagai berikut. 1. Bagaimanakah nilai budaya dilihat dari hubungan manusia dengan Tuhan dalam cerita Sabunzu Sarokng Antu sastra lisan Dayak Simpakng Kecamatan Simpang Dua Kabupaten Ketapang? 2. Bagaimanakah nilai budaya dilihat dari hubungan manusia dengan manusia dalam cerita Sabunzu Sarokng Antu sastra lisan Dayak Simpakng Kecamatan Simpang Dua Kabupaten Ketapang? 3. Bagaimanakah nilai budaya dilihat dari hubungan manusia dengan alam dalam cerita Sabunzu Sarokng Antu sastra lisan Dayak Simpakng Kecamatan Simpang Dua Kabupaten Ketapang? D. Tujuan Penelitian Penelitian ini secara umum bertujuan untuk pendeskripsian nilai budaya dalam Cerita Sabunzu Sarokng Antu sastra lisan Dayak Simpakng Kecamatan Simpang Dua Kabupaten Ketapang. Secara khusus penelitian ini bertujuan sebagai berikut. 1. Pendeskripsian nilai budaya dilihat dari hubungan manusia dengan Tuhan dalam cerita Sabunzu Sarokng Antu sastra lisan Dayak Simpakng Kecamatan Simpang Dua Kabupaten Ketapang. 2. Pendeskripsian nilai budaya dilihat dari hubungan manusia dengan manusia dalam cerita Sabunzu Sarokng Antu sastra lisan Dayak Simpakng Kecamatan Simpang Dua Kabupaten Ketapang. 3. Pendeskripsian nilai budaya dilihat dari hubungan manusia dengan alam dalam cerita Sabunzu Sarokng Antu sastra lisan Dayak Simpakng Kecamatan Simpang Dua Kabupaten Ketapang. E. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian dimaksudkan untuk membatasi pokok bahasan penelitian agar terarah dan jelas. Penelitian ini difokuskan pada pendeskripsian nilai budaya dalam cerita Sabunzu Sarokng Antu sastra lisan Dayak Simpakng Kecamatan Simpang Dua Kabupaten Ketapang. Berkaitan dengan masalah dalam penelitian, maka ruang lingkup dalam penelitian ini sebagai berikut. 1. Pembahasan mengenai nilai budaya dilihat dari hubungan manusia dengan Tuhan. 2. Pembahasan mengenai nilai budaya dilihat dari hubungan manusia dengan manusia. 3. Pembahasan mengenai nilai budaya dilihat dari hubungan manusia dengan alam. F. Manfaat Penelitian Satu diantara fungsi penelitian adalah bermanfaat, baik bagi peneliti maupun bagi pembaca. Manfaat penelitian ini dapat ditinjau dari dua segi, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. 1. Manfaat secara Teoritis Secara teoritis penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan dan mendukung teori ilmu sastra (cerita rakyat). 2. Manfaat Secara Praktis a. Bagi peneliti, penelitian ini berguna untuk merealisasikan ilmu pengetahuan khususnya kesusastraan dan dapat menemukan nilai budaya yang terdapat dalam cerita SSA. b. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat menjadi masukkan sebagai bahan pengajaran bidang studi bahasa Indonesia terutama yang berhubungan dengan unsur ekstrinsik karya sastra. c. Bagi siswa, hasil penelitian ini dapat menambah wawasan mereka tentang nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra khususnya cerita rakyat. d. Bagi masyarakat pemilik cerita, penelitian ini dapat menjadi motivasi dalam upaya melestarikan kebudayaan daerah khususnya cerita rakyat setempat. G. Penjelasan Istilah Penjelasan istilah dimaksudkan untuk menghindari salah penafsiran terhadap istilah-istilah yang digunakan. Istilah-istilah tersebut sebagai berikut. 1. Sastra lisan adalah kesusastraan yang mencakup ekspresi kesusastraan warga suatu kebudayaan yang disebarkan dan dituturkan secara lisan atau dari mulut ke mulut (Priyadi, 2010: 1). 2. Nilai budaya adalah konsep mengenai apa yang baik dan yang buruk dalam alam pikiran suatu masyarakat mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga, dan penting dalam hidup, hingga berfungsi sebagai pedoman yang memberi arah dan orientasi pada kehidupan warga masyarakat (Koentjaraningrat, 1984: 9). 3. Cerita Sabunzu Sarokng Antu adalah cerita rakyat yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Dayak Simpakng. 4. Dayak Simpakng adalah masyarakat dayak yang berdomisili di Tonah Simpakng Sekayok atau Banua Simpakng yang terbagi ke dalam dua kecamatan yakni Kecamatan Simpang Dua dan Kecamatan Simpang Hulu Kabupaten Ketapang (Djuweng dkk, 2003: 1). 5. Kecamatan Simpang Dua adalah kecamatan yang terdapat di daerah Kabupaten Ketapang bagian utara. Kecamatan Simpang Dua inilah yang menjadi lokasi tempat diadakannya penelitian tepatnya di Desa Semandang Kanan (Djuweng dkk, 2003: 4). Berdasarkan penjelasan istilah di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Nilai Budaya dalam Cerita Sabunzu Sarokng Antu Sastra Lisan Dayak Simpakng Kecamatan Simpang Dua Kabupaten Ketapang adalah konsep mengenai hal yang baik dan buruk yang dianggap mampu dijadikan pedoman yang terdapat dalam cerita Sabunzu Sarokng Antu sastra lisan masyarakat Dayak Simpakng Kecamatan Simpang Dua Kabupaten Ketapang.