Senin, 18 Maret 2013


Dayak Simpakng

Regarding the Dayak  Simpakng Community Of Life

2.4.1 History, Origins and Spread
Banua Simpakng or Tonah Simpbang Sekayok is a local term used by the Dayak Simpakng to mention a whole geo-political region of their settlement. In the context of today's administrative division, Banua Simpakng covers most areas Simpang District Two and District Simpang Hulu, Ketapang District, West Kalimantan.
Djuweng (2003: 2) suggests the Dayak Simpakng by elders from Rawang Greed, in the Sukadana, Karimata Strait Coast. Simpakng Dayak tribe to migrate further inland. Djuweng (2003: 2) further argued the move was due to the carrying capacity of the environment in the old settlements are no longer adequate for habitation. When it according to the traditional elders (in Djuweng, 2003: 2) Simpakng Dayak communities are led by village chief Mangkgu. He is a community leader who lives in Rawang Greed. The situation in Rawang Greed at that time was very difficult, bamboo shoots, nails, and melinjau game is very rare so it needs to find a new place that is more adequate. Until finally they came to the river upstream areas where land is very fertile. Nature is very prosperous. Mossy fish head having never taken (Djuweng, 2003: 2). Until now the Dayak Simpakng were settled in what is now better known as the Tonah Simpakng Sakayok.
2.4.2 Languages
In terms of language, there are three languages ​​spoken by the Dayak Simpakng. First Baram language that is the language of Dayak unity Simpakng spoken by Simpakng Dayak groups as well as by the Malay and Chinese as well as other migrant tribes who had long resided in that area (Djuweng, 2003: 3). Both Gore is the language, the language spoken by the Dayak tribes who live in the village Simpakng Gema. In the association's fellow villagers that they use the language of Gore's. But when dealing with the other Simpakng Dayak they will use the language of Baram said. Third is the language spoken by the inhabitants Baya Baya Village.
Baram language is the predominant language spoken by the Dayak communities Simpakng. Therefore Baram language is a lingua franca for the Dayak community Simpakng. Simpakng languages ​​have linguistic similarities with the languages ​​spoken by the Dayak communities in the District area, the Group Pandu, Pompakng and most of the Dayak groups who settled in the valley of the River Sekadau.
2.4.3 Economic Conditions
            The Dayak Simpakng known natural treatment naturally. Djuweng (2003: 6) suggests the original system of integrated natural resource management (Indigenous Integrated Natural Resources Management System) is the primary extraction patterns made by the Dayak Simpakngdalam economy.
This pattern consists of several key components. First, rhyme magokng utatn torutn is the backup and conversion are sacred places and areas to look for building materials. Second, take balukar Lako uma farms are recycled. Third, the kampbong tamawakng fruit Janah areas planted with various kinds of fruits. Fourth, the inheritance of the land colap Torun sacred places Simpakng Dayak community. Fifth, the market kampbong ground burial area. Sixth, kampbong loboh ie the area farms and residential areas. Seventh, are sunge the rivers to meet water needs and fishing.
2.4.4 Kinship Systems
            In the Dayak Simpakng kinship system (pureh) plays an important role in many aspects of life. Pureh will determine how penyapa in individual, marital inheritance, property rights, and other social relationships (Djuweng, 2003: 9).
            The kinship systems have a tendency to merge Simpakng patrilineal and matrilineal more inclined to matrilineal. According Djuweng (2003: 9) the main features seen for example by appointing daughter as his heir. In this case, known as ash dapor submission. Abuh dapor is delivered in traditional ceremonies and witnessed by the crowd, towards the wedding immediately following the girls concerned.
2.4.5 Social Organization
            Regions Simpakng Dayak communities are divided into three groups namely: community groups in the region Kualan River, River Semandang groups, and community groups in the region pour River. Politically known as the hermit village samilan domong sapuloh (nine rural areas domong ten).
            In line with the above, there is a tribal leader in the region's customary three. Rangkaya office name is. Rangkaya is based in Kualan, and the only people who should Kualan hold office. In addition to ruling on Kualan, rangkaya also ruled Semandang and pour. For Semandang region, customary authority of the highest office is kanuroh. In addition to ruling on Semandang, kanuroh also have influence in the region pour customs. While for the pour (Banyor) is the highest traditional authority patingi. His rule includes Bukang Kemintding, Banyor Karab, Gore Mantdok, Kampbar Kamora Sabomatn and Baya.

REFERENCES
Arisandi, Bastian. 2012. Cultural values ​​in the story Sabunzu Sarokng Antu Folklore Dayak Simpakng Ketapang. Pontianak: FKIP Tanjungpura University.
Djuweng, Stepanus. , 2003. Oral Tradition Dayak; displaced and forgotten. Pontianak: Dayakologi Institute.
Sham, Christanto. Towards Learning Regional Literature. Pontianak: FKIP Untan.

Rabu, 13 Maret 2013

Dayak Simpakng


Seputar Kehidupan Masyarakat Dayak Simpakng

2.4.1 Sejarah, Asal-usul dan Penyebaran
Banua Simpakng atau Tonah Simpbang Sekayok adalah istilah lokal yang dipakai oleh Suku Dayak Simpakng untuk menyebut satu kesatuan geo politik wilayah pemukiman mereka. Dalam konteks pembagian wilayah administratif dewasa ini, Banua Simpakng meliputi sebagian besar wilayah Kecamatan Simpang Dua dan Kecamatan Simpang Hulu, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.
Djuweng (2003: 2) mengemukakan Suku Dayak Simpakng menurut tetua adat berasal dari Tamak Rawang, di kawasan Sukadana, di Pantai Selat Karimata. Suku Dayak Simpakng untuk selanjutnya bermigrasi ke pedalaman. Djuweng (2003: 2) lebih lanjut mengemukakan kepindahan tersebut karena daya dukung lingkungan di tempat pemukiman lama tidak lagi memadai untuk di huni. Ketika itu menurut para tetua adat (dalam Djuweng, 2003: 2) masyarakat Dayak Simpakng yang di pimpin oleh Mangkgu Lurah. Ia adalah pemimpin masyarakat yang bermukim di Tamak Rawang. Situasi di Tamak Rawang kala itu sudah sangat sulit, rebung, paku, melinjau serta binatang buruan sudah sangat langka sehingga perlu mencari tempat baru yang lebih memadai. Hingga akhirnya sampailah mereka di daerah hulu-hulu sungai yang tanahnya sangat subur. Alam masih sangat makmur. Kepala ikan berlumut karena tidak pernah di ambil (Djuweng, 2003: 2). Sampai sekarang masyarakat Dayak Simpakng pun menetap di daerah yang kini lebih di kenal dengan sebutan Tonah Simpakng Sakayok.
2.4.2 Bahasa
Dari segi bahasa, terdapat tiga bahasa yang dituturkan oleh masyarakat Dayak Simpakng. Pertama bahasa Baram yakni bahasa persatuan Suku Dayak Simpakng yang dituturkan oleh kelompok Dayak Simpakng maupun oleh kelompok Melayu dan Cina serta suku-suku pendatang lainnya yang sudah lama bermukim di daerah itu (Djuweng, 2003: 3). Kedua adalah bahasa Gore, yakni bahasa yang dituturkan oleh Suku Dayak Simpakng yang bermukim di Desa Gema. Dalam pergaulan sesama penduduk desa itu mereka menggunakan bahasa Gore ini. Tetapi bila bergaul dengan penduduk Dayak Simpakng lainnya mereka akan menggunakan bahasa Baram tadi. Ketiga adalah Bahasa Baya yang dituturkan oleh penduduk Desa Baya.
Bahasa Baram merupakan bahasa yang paling b
anyak dituturkan oleh masayarakat Dayak Simpakng. Oleh karenanya Bahasa Baram ini merupakan lingua franca bagi masyarakat Dayak Simpakng. Bahasa Simpakng ini memiliki kesamaan-kesamaan linguistik dengan bahasa yang dituturkan oleh Masyarakat Dayak di daerah Kabupaten Sanggau, yakni Kelompok Pandu, Pompakng dan sebagian dari kelompok-kelompok subsuku Dayak yang bermukim di lembah Sungai Sekadau.
2.4.3 Kondisi Perekonomian
            Masyarakat Dayak Simpakng terkenal dengan pengolahan alam secara alami. Djuweng (2003: 6) mengemukakan sistem asli pengelolaan sumber daya alam terpadu (Indigenous Integrated Natural Resources System Management) adalah pola ekstraksi utama yang dilakukan oleh masyarakat Dayak Simpakngdalam bidang ekonomi.
Pola ini terdiri dari beberapa komponen utama. Pertama, rima magokng utatn torutn adalah kawasan cadangan dan konversi yang merupakan tempat-tempat keramat dan kawasan untuk mencari bahan bangunan. Kedua, bawa balukar lako uma adalah tanah-tanah pertanian daur ulang. Ketiga, kampbong tamawakng buah janah yakni kawasan yang ditanami berbagai jenis buah-buahan. Keempat, tanah colap torun pusaka yakni tempat-tempat keramat masyarakat Dayak Simpakng. Kelima, kampbong pasar yakni tanah area perkuburan. Keenam, kampbong loboh yakni yakni kawasan peternakan dan kawasan perumahan. Ketujuh, are sunge yakni sungai-sungai untuk memenuhi kebutuhan air dan mencari ikan.
2.4.4 Sistem Kekerabatan
            Pada masyarakat Dayak Simpakng sistem kekerabatan (pureh) memegang peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan. Pureh ini akan menentukan cara penyapa dalam individu, perkawinan pewarisan, hak milik, dan hubungan-hubungan social lainnya (Djuweng, 2003: 9).       
            Sistem kekerabatan Orang Simpakng memiliki kecenderungan penggabungan patrilinial dan matrilineal yang lebih condong ke matrilineal. Menurut Djuweng (2003: 9) ciri utama yang terlihat misal dengan menunjuk anak perempuan sebagai ahli warisnya. Dalam hal ini dikenal dengan istilah penyerahan abu dapor. Abuh dapor ini diserahkan dalam upacara adat dan disaksikan oleh orang ramai, menjelang usainya pesta perkawinan anak perempuan bersangkutan.
2.4.5 Organisasi Sosial
            Kawasan masyarakat Dayak Simpakng terbagi ke dalam tiga kelompok yakni: kelompok masyarakat di kawasan Sungai Kualan, kelompok masyarakat di Sungai Semandang, dan kelompok masyarakat di kawasan Sungai Banjur. Secara politis dikenal dengan sebutan umang desa samilan domong sapuloh (kawasan desa sembilan domong sepuluh).
            Sejalan dengan hal di atas, terdapat seorang pemimpin adat yang secara adat atas tiga kawasan itu. Nama jabatannya adalah rangkaya. Rangkaya ini berkedudukan di Kualan, dan hanya orang Kualan yang boleh menduduki jabatan itu. Selain berkuasa di Kualan, rangkaya juga berkuasa di Semandang dan Banjur. Untuk kawasan Semandang, jabatan penguasa adatnya yang tertinggi adalah kanuroh. Selain berkuasa di Semandang, kanuroh juga memiliki pengaruh adat di kawasan Banjur. Sedangkan untuk kawasan Banjur (Banyor) penguasa adat tertinggi adalah patingi. Kekuasaannya meliputi Bukang Kemintding, Banyor Karab, Gore Mantdok, Kampbar Sabomatn dan Baya Kamora.

DAFTAR PUSTAKA
Arisandi, Bastian. 2012. Nilai Budaya dalam Cerita Sabunzu Sarokng Antu Cerita Rakyat Dayak Simpakng Kabupaten Ketapang. Pontianak: FKIP Universitas Tanjungpura.
Djuweng, Stepanus. 2003. Tradisi Lisan Dayak; yang tergusur dan terlupakan. Pontianak: Institut     Dayakologi.
Syam, Christanto. Pembelajaran Ke Arah Sastra Daerah. Pontianak: FKIP Untan.

Selasa, 12 Maret 2013

Analisis Struktur Naratif Maranda


     CONTOH ANALISIS NARATIF MARANDA PADA CERITA ABAKNG INAL
     Oleh: Bastian Arisandi

   Rumus Struktur (alur)
   N= a (x1::x2) : (b+c) (z5)//
   (a+b)(y1) : a(x11) : a(x3b) :: b(z2)//
    a(x4+x9) :a (x20) :: a(x5+x6) : a(x14) : a(x7+x18)//
    (a+f)(y2) : a(x10) : a(x19) : a(x8g) :: a(x12::x15)//
    a(x17) :: a(y1+h) : a(x21:x22)//
    (g+j)(y3) : (a+g)(y6) : (a+g)(y4) : (a+g)(y5) :: (b+c)(z6)::h(a-1)


 Penjelasan Rumus
Abakng Inal adalah seorang anak yang menderita penyakit kusta/puru, sehingga dia diasingkan dari kampung. Ayah dan ibunya sudah putus asa dan  pasrah melihat keadaan Abakng Inal.
Abakng Inal  dan Ayahnya pergi ke pondok di hutan belantara, lalu Abakng Inal ditinggalkan ayahnya sendiri. Karena Abakng Inal anak yang penurut, ia percaya dengan janji ayahnya untuk mengantarkan makanan tiap hari, padahal ayahnya berbohong.
Abakng Inal nekat hendak pulang ke kampung. Ia berjalan di tengah hutan, sehingga ia tersesat bahkan tidak tahu lagi jalan pulang ke pondok. Kemudian Abakng Inal mandi di kolam di tengah hutan, ternyata setelah dia mandi penyakit kusta yang dideritanya sembuh. Ia menjadi sangat tampan.
Abakng Inal bertemu dengan nenek Kabayan. Abakng Inal tumbuh menjadi lelaki yang dewasa dan rajin bekerja. Abakng Inal menyukai dan mencintai Cincinari, seorang gadis dari kampung Bawakng. Ia penasaran ingin melihat Cincinari, tetapi selalu gagal sehingga ia kecewa.
Abakng Inal pergi ke kampung Bawakng ingin menemui Cincinari, tetapi  Abakng Inal hanya bertemu dengan ibu Cincinari. karena tidak bertemu dengan Cincinari, Abakng Inal pulang ke rumah nenek Kabayan lagi. Ia berubah menjadi laki-laki yang tua.
Cincinari dan dua orang pengantarnya pergi ke rumah nenek Kabayan. Cincinari dan Abakng Inal pulang ke rumahnya di Bawakng. Abakng Inal dan Cincinari kawin. Mereka menjemput ayah dan ibu Abakng Inal untuk menyaksikan peresmian perkawinan mereka. Ayah dan ibu Abakng Inal senang melihat Abakng Inal masih hidup dan kawin dengan Cincinari.
   Rumus Fungsi
X3+X4+X7+X9+X10+X14+X17+X18+X19+X20+X21+X22+Y1+Y2+Y3+Y4+Y5+Y6+Z6>X1+X2+X5+X6+X8+X11+X12+X13+X15+Z1+Z2+Z3+Z4+Z5

 Penjelasan Pumus
Keberanian dan kesabaran pasti akan mampu mengalahkan ketakutan dan putus asa. Keberanian dan kesabaran dalam menghadapi masalah, pasti akan mampu mengalahkan masalah dan dan cobaan yang dihadapi, karena jika seseorang sabar dalam menghadapi masalah dan cobaan maka ia akan menemukan jalan keluar yang mengantarkannya pada kebahagiaan dan kesuksesan. 

Rabu, 06 Maret 2013

KUMPULAN PUISI


Guruku
Karya: Ari Setiawan Kelas XF

Guruku kau selalu dihatiku
Guruku kau tak pernah lelah mengajariku
Kalaupun hujan dan panas
Guruku kau begitu sabar

Saat teman-temanku ribut tapi kau tetap semnagat mengajariku
Guruku aku sangat bangga pada mu
Dan atas jasamu aku bisa sukses

Guruku dirimu takkan kulupakan jasa dan pengorbananmu
Walaupun dirimu jauh dari hatiku
Tapi namamu akan kukenang dihatiku
Guruku aku sangat berterima kasih padamu.




IBU
Karya : Erni (kelas XF)

Sembilan bulan engkau mengandungku ...
Merawat dan mendidikku ...
Hingga kutumbuh besar ...
Ibu ...
Belaian lembut dari tanganmu ...
Dan kasih sayang yang telah engkau berikan padaku ...
Akan kukenang sepanjang hidupku ...
Ibu ...
Terima kasih atas semuanya ...
Kasih sayang yang telah engkau berikan kepadaku ...
Kini sekaran kusudah tunbuh besar ...
Itu semua berkat kasih sayangmu ...
Semoga yang engkau berikan kepadaku mendapat imbalan dari Tuhan ...




SASTRA DAN PSIKOLOGI


SASTRA DAN PSIKOLOGI
Menurut Wellek dan Warren (1990;90) istilah psikologi sastra mempunyai empat kemungkinan pengertian. Yang pertama adalah studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi. Yang kedua adalah sebagai proses kreatif. Yang ketiga studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra. Dan yang keempat mempelajari dampak sastra pada pembaca (psikologi pembaca).
Kejeniusan seorang sastrawan selalu menjadi bahan pergunjingan. Sejak zaman Yunani, kejeniusan dianggap disebabkan oleh semacam ``kegilaan`` (madness)- dari tingkat neurotik sampai psikosis. Penyair adalah orang yang ``kesurupan`` (possessed). Ia berbeda dengan oranglain, dan dunia bawah sadar yang disampaikan melalui karyanya dianggap berada di bawah tingkat rasional atau justru supra-rasional.
Menurut Freud (dalam Wellek dan warren, 1990; 92) seniman asal mulanya adalah seseorang yang lari dari kenyataan ketika untuk pertama kalinya ia tidak dapat memenuhi tuntutan untuk menyangkal pemuasan insting. Kemudian dalam kehidupan fantasinya ia memuaskan keinginan erotik dan ambisinya. Tetapi ia dapat menemukan jalan untuk keluar dari fantasi ini dan kemali ke kenyataan.
Kebanyakan penyair menolak untuk disembuhkan atau menyusaikan diri dengan norma masyarakat. Menyesuaikan diri berarti mamatikan dorongan penulis, atau berarti mengikuti lingkungan yang dianggapnya munafik untuk borjuis.  Menurut T.S Eliot penyair dianggapnya mengulangi kembali atau tetap mempertahankan hubungan dengan masa kanak-kanaknya dan dengan masa muda umat manusia, sementara ia melangkah ke masa depan.
Proses kreatif meliputi seluruh tahapan, mulai dari dorongan bawah sadar yang melahirkan karya sastra sampai pada perbaikan terakhir yang dilakukan pengarang. Bagi sejumlah pengarang, justru bagian akhir ini merupakan tahapan yang paling kreatif.
Belum banyak pembicaraan tentang proses kreatif yang bersifat umum dan menunjang teori sastra. Setiap pembahasan modern tentang proses kreatif pasti menyorot peran alam bawah sadar dan alam sadar pengarang. Pengarang yang sering membicarkan proses kreatifnya lebih suka menyinggung prosedur teknis yang dilakukan secara sadar daripada membicarakan ``bakat alam``, atau pengalaman yang menjadi bahan karya, atau karyanya sebagai cermin atau prisma dari pribadi mereka.
            Sastrawan adalah spesialis dalam asosiasi (wit), disosiasi (penilaian) dan mengkombinasikan kembali (menyatukan unsur-unsur yang dialami secara terpisah. Sastra memakai kata sebagai medium. Sastrawan mengumpulkan kata-kata seperti anak kecil mengumpulkan boneka, perangko, atau binatang peliharaan. Bagi penyair, kata-kata bukanlah ``tanda`` suatu pasangan yang transparan melaikan ``simbol``, yang mempunyai nilai dirinya sendiri di samping sebagai alat untuk mewakili hal lain. Simbol dapat merupakan objek atau benda yang bernilai karena bunyinya atau penampilannya.
            Untuk penulis naratif, yang disorot adalah ``penciptaan`` tokoh dan cerita. Jadi pembicaraan tokoh bisa dianggap campuran dari tokoh tipe yang sudah ada dalam tradisi sastra, orang-orang yang diamati oleh pengarang, dan diri pengarang sendiri. Kadar pencampuran ini bervariasi. Penulis realis boleh dikatakan membuat pengamatan terhadap perilaku masyarakat dan menyajikan rasa empati, sedangkan penulis romantik membuat proyeksi perasaannya. Tapi penokohan yang meyakinkan sulit dibuat hanya dari pengamatan terhadap orang di sekitar pengarang.
            Proses kreatif merupakan wilayah penelitian dan penyidikan psikologi. Psikologi dapat mengklasifikasikan pengarang berdasarkan tipe psikologi dan fisiologinya. Mereka bisa menguraikan kelainan jiwanya, bahkan meneliti alam bawah sadarnya. Bukti-bukti untuk itu diambil dari dokumen di luar sastra atau dari karya sastra sendiri. Untuk menginterpretasikan karya sastra sebagai bukti psikolog, ia perlu mencocokkannya dengan dokumen-dokumen di luar sastra.
            Psikologi dapat menjelaskan proses kreatif. Metode mengarang banyak diperhatikan dalam psikologi. Juga kebiasaan pengarang merevisi dan menulis kembali karyanya.  Ada studi genesis karya, tahap awal, buram, dan bagian-bagian yang dibuang. Yang lebih bermanfaat adalah studi tentang perbaikan naskah, koreksi, dan seterusnya, karena jika dipakai dengan tepat dapat membantu melihat keretakan, ketidakteraturan, perubahan, dan distorsi yang sangat penting dalam suatu karya sastra.  

METODE PENELITIAN


METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Metode merupakan suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu dengan langkah-langkah sistematis (Subyantoro dan Suwarto, 2006: 30). Metode dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkapkan, menggambarkan dan memaparkan data yang telah ditentukan sehingga dapat memberikan gambaran secermat mungkin mengenai nilai budaya dalam cerita Sabunzu Sarokng Antu. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif. 
Menurut Moleong (2010:11) metode deskriptif digunakan karena data yang akan dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Sesuai dengan pendapat tersebut, dalam penelitian ini ditampilkan  kutipan-kutipan untuk memberi gambaran mengenai masalah penelitian. Metode deskriptif digunakan dalam penelitian ini karena peneliti ingin mengungkapkan, menggambarkan dan memaparkan nilai budaya yang terdapat dalam cerita Sabunzu Sarokng Antu.
3.2 Bentuk Penelitian
            Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2010: 4) penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Sedangkan menurut Moleong (2010: 6) penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek peneltian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.
Penelitian kualitatif digunakan dengan tujuan karena peneliti mendeskripsikan  nilai budaya dalam cerita Sabunzu Sarokng Antu. Pendeskripsian tersebut berupa kata-kata atau kalimat yang digunakan untuk mendukung hasil analisis.
3.3 Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosiologi karya sastra. Pendekatan  ini dipandang sebagai pendekatan yang dapat digunakan untuk memahami nilai-nilai yang dikandung dalam karya sastra yang merupakan gambaran kebudayaan pendukungnya.
Sesuai dengan klasifikasi yang dikemukakan oleh Wallek dan Warren (1995: 23) terdapat tiga persoalan pokok dalam pendekatan sosiologi, yaitu: (1) sosiologi  pengarang yang mempermasalahkan diri pengarang, (2) sosiologi karya sastra yang mempermasalahkan telaah tentang hal-hal yang tersirat dalam karya sastra, dan (3) sosiologi pembaca yang mempermasalahkan pembaca dan pengaruh sosialnya terhadap masyarakat.
Berdasarkan klasifikasi yang dikemukakan di atas, peneliti menggunakan klasifikasi yang kedua, yaitu sosiologi karya sastra, karena dalam penelitian ini peneliti memfokuskan untuk melihat karya sastra dari sudut makna yang tersirat didalamnya. Hal yang dapat dilihat dalam karya sastra tersebut adalah nilai budaya yang terdapat dalam kata-kata, frasa ataupun kalimat dalam cerita Sabunzu Sarokng Antu cerita rakyat Dayak Simpakng Kecamatan Simpang Dua Kabupaten Ketapang.
3.4 Sumber Data dan Data
Menurut Lofland dan Lofland (dalam Moleong, 2010: 157) sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen. Lebih lanjut Nadeak (2008: 18) mengemukakan sumber data dalam penelitian sastra didapatkan atau berasal dari hasil rekaman dari penutur sastra lisan, foto, rekaman video.
Sumber data dalam  penelitian ini adalah  buku cerita Sabunzu Sarokng Antu (SSA). Adapun buku cerita ini memiliki tebal 60  halaman, editor: F.X. Beleng, Livinus Prianidi, Sosimus dan Laurensius Salem. Diterbitkan oleh Institute of Dayakologi Research and Development (IDRD) pada tahun 1996 di Pontianak.
Data dalam  penelitian ini berupa kutipan kata-kata, frasa ataupun kalimat yang digunakan untuk mendukung analisis nilai budaya dalam cerita Sabunzu Sarokng Antu. Kutipan kata-kata, frasa ataupun kalimat tersebut dianggap mampu untuk mendukung hasil analisis. Sehingga kutipan kata-kata, frasa ataupun kalimat tersebut hanya ditampilkan kutipan-kutipan yang dianggap mampu untuk mendukung hasil analisis.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Menurut Subyantoro dan Suwarto (2006: 66-67) teknik adalah pembahasan mengenai cara dan alat (termasuk kemahiran membuat dan menggunakannya) yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Teknik pengumpulan data merupakan pembahasan mengenai cara dan alat yang diperlukan dalam proses pengumpulan data.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik studi dokumenter. Teknik studi dokumenter digunakan karena sumber data yang digunakan adalah berupa dokumen. Adapun dokumen tersebut adalah buku cerita Sabunzu Sarokng Antu.
3.6 Instrumen Penelitian
Alat pengumpul data merupakan alat-alat yang digunakan pada saat mengumpulkan data. Dalam penelitian ini alat-alat tersebut sebagai berikut.
1.      Peneliti sendiri sebagai instrumen kunci, dalam hal ini peneliti berperan sebagai perencana, pelaksana, dan yang melaporkan hasil penelitian.
2.      Catatan pengamatan, yaitu sejenis catatan khusus yang digunakan oleh peneliti untuk mencatat hasil dari pembacaan dan pengamatan terhadap cerita Sabunzu Sarokng Antu. Selanjutnya data-data hasil pengamatan dihimpun secara khusus menurut klasifikasi permasalahan penelitian.


3.7 Pengecekan Keabsahan Data
Pengecekan keabsahan data berfungsi untuk menimalisir kesalahan dalam pengambilan data-data. Pengujian tersebut menggunakan teknik triangulasi, ketekunan pengamatan dan kecukupan referensi. Dalam hal teknik triangulasi peneliti berdikusi dengan teman sejawat yaitu Raymundus Wendi, selain itu peneliti juga mendapat bimbingan dan arahan dari dosen pembimbing. Ketekunan pengamatan digunakan dengan cara mengamati dan memahami secara seksama cerita Sabunzu Sarokng Antu. Pada teknik kecukupan referensi peneliti mencari referensi-referensi yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian.
3.8 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data adalah cara yang digunakan peneliti untuk menganalisis data. Data dalam penelitian ini di analisis dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra yaitu dengan memaknai kutipan-kutipan yang terdapat dalam cerita Sabunzu Sarokng Antu. Pendekatan ini dirasakan sesuai karena peneliti mendeskripsikan nilai budaya yang terdapat dalam cerita Sabunzu Sarokng Antu tersebut.
3.9 Langkah-langkah Analisis Data
            Adapun langkah-langkah dalam menganalisis data dalam penelitian ini sebagai berikut.
1.      Membaca secara intensif buku cerita Sabunzu Sarokng Antu.
2.      Mengklasifikasi data berdasarkan permasalahan penelitian.
3.      Mengidentifikasi data (kutipan) yang mencerminkan nilai budaya dalam cerita Sabunzu Sarokng Antu.
4.      Mendeskripsikan dan menginterpretasikan data (kutipan) yang mencerminkan nilai budaya dalam cerita Sabunzu Sarokng Antu sesuai dengan permasalahan penelitian sebagai berikut.
a.       Nilai budaya dilihat dari hubungan  manusia dengan religinya dalam cerita Sabunzu Sarokng Antu.
b.      Nilai budaya dilihat dari hubungan manusia dengan manusia dalam cerita Sabunzu Sarokng Antu.
c.       Nilai budaya dilihat dari hubungan manusia dengan alam dalam cerita Sabunzu Sarokng Antu.
5.      Pengambilan kesimpulan terhadap nilai budaya yang terdapat dalam cerita Sabunzu Sarokng Antu sastra lisan Dayak Simpakng Kecamatan Simpanf Dua Kabupaten Ketapang.