Rabu, 13 Maret 2013

Dayak Simpakng


Seputar Kehidupan Masyarakat Dayak Simpakng

2.4.1 Sejarah, Asal-usul dan Penyebaran
Banua Simpakng atau Tonah Simpbang Sekayok adalah istilah lokal yang dipakai oleh Suku Dayak Simpakng untuk menyebut satu kesatuan geo politik wilayah pemukiman mereka. Dalam konteks pembagian wilayah administratif dewasa ini, Banua Simpakng meliputi sebagian besar wilayah Kecamatan Simpang Dua dan Kecamatan Simpang Hulu, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.
Djuweng (2003: 2) mengemukakan Suku Dayak Simpakng menurut tetua adat berasal dari Tamak Rawang, di kawasan Sukadana, di Pantai Selat Karimata. Suku Dayak Simpakng untuk selanjutnya bermigrasi ke pedalaman. Djuweng (2003: 2) lebih lanjut mengemukakan kepindahan tersebut karena daya dukung lingkungan di tempat pemukiman lama tidak lagi memadai untuk di huni. Ketika itu menurut para tetua adat (dalam Djuweng, 2003: 2) masyarakat Dayak Simpakng yang di pimpin oleh Mangkgu Lurah. Ia adalah pemimpin masyarakat yang bermukim di Tamak Rawang. Situasi di Tamak Rawang kala itu sudah sangat sulit, rebung, paku, melinjau serta binatang buruan sudah sangat langka sehingga perlu mencari tempat baru yang lebih memadai. Hingga akhirnya sampailah mereka di daerah hulu-hulu sungai yang tanahnya sangat subur. Alam masih sangat makmur. Kepala ikan berlumut karena tidak pernah di ambil (Djuweng, 2003: 2). Sampai sekarang masyarakat Dayak Simpakng pun menetap di daerah yang kini lebih di kenal dengan sebutan Tonah Simpakng Sakayok.
2.4.2 Bahasa
Dari segi bahasa, terdapat tiga bahasa yang dituturkan oleh masyarakat Dayak Simpakng. Pertama bahasa Baram yakni bahasa persatuan Suku Dayak Simpakng yang dituturkan oleh kelompok Dayak Simpakng maupun oleh kelompok Melayu dan Cina serta suku-suku pendatang lainnya yang sudah lama bermukim di daerah itu (Djuweng, 2003: 3). Kedua adalah bahasa Gore, yakni bahasa yang dituturkan oleh Suku Dayak Simpakng yang bermukim di Desa Gema. Dalam pergaulan sesama penduduk desa itu mereka menggunakan bahasa Gore ini. Tetapi bila bergaul dengan penduduk Dayak Simpakng lainnya mereka akan menggunakan bahasa Baram tadi. Ketiga adalah Bahasa Baya yang dituturkan oleh penduduk Desa Baya.
Bahasa Baram merupakan bahasa yang paling b
anyak dituturkan oleh masayarakat Dayak Simpakng. Oleh karenanya Bahasa Baram ini merupakan lingua franca bagi masyarakat Dayak Simpakng. Bahasa Simpakng ini memiliki kesamaan-kesamaan linguistik dengan bahasa yang dituturkan oleh Masyarakat Dayak di daerah Kabupaten Sanggau, yakni Kelompok Pandu, Pompakng dan sebagian dari kelompok-kelompok subsuku Dayak yang bermukim di lembah Sungai Sekadau.
2.4.3 Kondisi Perekonomian
            Masyarakat Dayak Simpakng terkenal dengan pengolahan alam secara alami. Djuweng (2003: 6) mengemukakan sistem asli pengelolaan sumber daya alam terpadu (Indigenous Integrated Natural Resources System Management) adalah pola ekstraksi utama yang dilakukan oleh masyarakat Dayak Simpakngdalam bidang ekonomi.
Pola ini terdiri dari beberapa komponen utama. Pertama, rima magokng utatn torutn adalah kawasan cadangan dan konversi yang merupakan tempat-tempat keramat dan kawasan untuk mencari bahan bangunan. Kedua, bawa balukar lako uma adalah tanah-tanah pertanian daur ulang. Ketiga, kampbong tamawakng buah janah yakni kawasan yang ditanami berbagai jenis buah-buahan. Keempat, tanah colap torun pusaka yakni tempat-tempat keramat masyarakat Dayak Simpakng. Kelima, kampbong pasar yakni tanah area perkuburan. Keenam, kampbong loboh yakni yakni kawasan peternakan dan kawasan perumahan. Ketujuh, are sunge yakni sungai-sungai untuk memenuhi kebutuhan air dan mencari ikan.
2.4.4 Sistem Kekerabatan
            Pada masyarakat Dayak Simpakng sistem kekerabatan (pureh) memegang peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan. Pureh ini akan menentukan cara penyapa dalam individu, perkawinan pewarisan, hak milik, dan hubungan-hubungan social lainnya (Djuweng, 2003: 9).       
            Sistem kekerabatan Orang Simpakng memiliki kecenderungan penggabungan patrilinial dan matrilineal yang lebih condong ke matrilineal. Menurut Djuweng (2003: 9) ciri utama yang terlihat misal dengan menunjuk anak perempuan sebagai ahli warisnya. Dalam hal ini dikenal dengan istilah penyerahan abu dapor. Abuh dapor ini diserahkan dalam upacara adat dan disaksikan oleh orang ramai, menjelang usainya pesta perkawinan anak perempuan bersangkutan.
2.4.5 Organisasi Sosial
            Kawasan masyarakat Dayak Simpakng terbagi ke dalam tiga kelompok yakni: kelompok masyarakat di kawasan Sungai Kualan, kelompok masyarakat di Sungai Semandang, dan kelompok masyarakat di kawasan Sungai Banjur. Secara politis dikenal dengan sebutan umang desa samilan domong sapuloh (kawasan desa sembilan domong sepuluh).
            Sejalan dengan hal di atas, terdapat seorang pemimpin adat yang secara adat atas tiga kawasan itu. Nama jabatannya adalah rangkaya. Rangkaya ini berkedudukan di Kualan, dan hanya orang Kualan yang boleh menduduki jabatan itu. Selain berkuasa di Kualan, rangkaya juga berkuasa di Semandang dan Banjur. Untuk kawasan Semandang, jabatan penguasa adatnya yang tertinggi adalah kanuroh. Selain berkuasa di Semandang, kanuroh juga memiliki pengaruh adat di kawasan Banjur. Sedangkan untuk kawasan Banjur (Banyor) penguasa adat tertinggi adalah patingi. Kekuasaannya meliputi Bukang Kemintding, Banyor Karab, Gore Mantdok, Kampbar Sabomatn dan Baya Kamora.

DAFTAR PUSTAKA
Arisandi, Bastian. 2012. Nilai Budaya dalam Cerita Sabunzu Sarokng Antu Cerita Rakyat Dayak Simpakng Kabupaten Ketapang. Pontianak: FKIP Universitas Tanjungpura.
Djuweng, Stepanus. 2003. Tradisi Lisan Dayak; yang tergusur dan terlupakan. Pontianak: Institut     Dayakologi.
Syam, Christanto. Pembelajaran Ke Arah Sastra Daerah. Pontianak: FKIP Untan.

3 komentar: